Jakarta, 
Bisnis Global  (Edisi September) - Keberhasilan pembangunan di suatu negara, sangat  dipengaruhi oleh peran transportasi sebagai urat nadi kehidupan politik,  ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Sistem jaringan  transportasi dapat dilihat dari segi efektivitas, dalam arti selamat,  aksesibilitas tinggi, terpadu, kapasitas mencukupi, teratur, lancar dan  cepat, mudah dicapai, tepat waktu, nyaman, tarif terjangkau, tertib,  aman serta rendah polusi. Sedangkan dari segi efisiensi bisa diartikan  sebagai beban publik rendah dan utilitas tinggi dalam satu kesatuan  jaringan sistem transportasi. Oleh karena itu, pengembangan transportasi  sangat penting  untuk menunjang dan menggerakkan dinamika pembangunan,  karena fungsinya  sebagai katalisator dalam mendukung pertumbuhan  ekonomi dan pengembangan wilayah.
Transportasi juga memiliki fungsi  strategis dalam merekatkan integritas wilayah.  Jika dilihat dari aspek  kepentingan publik, sistem transportasi yang meliputi  darat, laut dan  udara mengemban fungsi pelayanan publik dalam skala domestik maupun  internasional. Pengembangan transportasi harus didasarkan pada  pengembangan yang berkelanjutan (sustainability), yaitu melihat jauh ke  depan, berdasarkan perencanaan jangka panjang yang komprehensif dan  berwawasan lingkungan. Rencana jangka panjang tersebut harus dijadikan  tolok ukur untuk perencanaan jangka pendek, agar tidak terjadi  perencanaan “bongkar-pasang”.
Gambaran Transportasi di Indonesia
Pergerakan ekonomi, jaringan distribusi  dan sistem logistik barang dan jasa di Indonesia masih sangat tergantung  pada sistem jalan raya. Demikian juga pergerakan penumpang baik intra  maupun  antar wilayah. Di awal tahun 1999, mobilitas ekonomi di seluruh  Indonesia tergambar dalam tingkat utilisasi jalan nasional dan jalan  provinsi sebesar 664,6 juta penumpang/km dan 144 juta ton/km per hari.  Dibanding tahun sebelumnya, angka tersebut meningkat masing-masing  21 %  dan 6,7 %.  Oleh karena itu sistem jaringan transportasi yang stabil  dan handal sangat menentukan efisiensi perekonomian.
Di bidang transportasi darat, kerusakan  jalan akan menimbulkan  biaya ekonomi dan biaya sosial yang besar.  Selama krisis ekonomi ini, kondisi jaringan jalan nasional dapat  dikatakan berada dalam kondisi kritis. Selain karena kurangnya anggaran  melalui APBN, juga akibat pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan  pelaksanaan pembangunan jalan yang belum berkualitas prima, sejak  sebelum krisis.
Pada awal tahun 1999/2000, sekitar 13 %  jalan nasional, 29 % jalan provinsi, dan 58 % jalan kabupaten berada  dalam kondisi rusak ringan dan berat. Ini berarti dari sekitar 256.951  km total panjang jaringan jalan, sekitar separuhnya berada dalam keadaan  rusak ringan dan berat. Konstruksi jalan yang rusak jauh sebelum waktu  ekonominya habis, telah menyebabkan kerugian biaya ekonomi sosial yang  amat besar bagi pemerintah dan masyarakat. Program pemeliharaan dan  peningkatan untuk menekan angka kerusakan sampai dengan 0 %, 21 %, dan  50 % masing-masing untuk jalan nasional, provinsi dan kabupaten pada  tahun anggaran 1999/2000 saja telah menghabiskan biaya sekitar Rp. 5,6  triliun. Itupun hanya menurunkan tingkat kerusakan total jaringan dari  50 % ke 42 %. Sementara itu, kombinasi dari in-efisiensi manajemen,  kurangnya kualitas pengawasan dan pelaksanaan, serta overloading  telah menyusutkan umur pelayanan jalan, secara sangat berarti. Dari  segi sarana transportasi darat, terjadi penurunan jumlah armada operasi  yang disebabkan oleh kenaikan harga suku cadang, kenaikan biaya modal  akibat naiknya suku bunga karena kurs dollar tinggi, serta persaingan  dengan moda transportasi lain (terutama transportasi udara). Beberapa  hal itulah yang menjadi penyebab biaya operasi kendaraan menjadi tinggi,  sedangkan kenaikan tarif relatif rendah, karena daya beli masyarakat  yang rendah.
Selain itu, kualitas pelayanan juga   menjadi sangat rendah, sehingga banyak kendaraan umum yang sebenarnya  tidak layak beroperasi, tetap dioperasikan. Dari segi lingkungan juga  akan sangat mengganggu, karena polusi udara dari gas buang yang tidak  memenuhi persyaratan. Padahal kesehatan lingkungan akan menjadi salah  satu persyaratan internasional, apakah suatu kota layak untuk  dikunjungi. Subsidi angkutan umum memerlukan biaya yang tinggi, padahal  kondisi keuangan pemerintah saat ini juga dalam keadaan kritis.
Pengguna jasa angkutan kereta api kini  mengalami kenaikan signifikan, meski  belum diimbangi  peningkatan  pengembangan jaringan dan teknologi perkeretaapian yang sesuai, serta  sumber daya manusia yang mencukupi, sehingga sering terjadi gangguan  atau kecelakaan yang fatal dan merugikan masyarakat.  Untuk itu,  pembangunan jalur ganda diharapkan dapat meningkatkan kinerja kereta api  dan mengurangi kecelakaan, serta  dimungkinkan pula untuk  mengoperasikan kereta api jarak pendek dan menengah. Saat ini, jaringan  jalan kereta api masih terbatas di Pulau Jawa dan Sumatera, dengan  kemungkinan pengembangan di Kalimantan dan Sulawesi, terutama untuk  angkutan barang.
Pada angkutan penyeberangan,   pelayanannya sekarang ini sudah semakin diperluas. Pada awalnya  angkutan ditujukan sebagai penghubung antar pulau sebagai pengganti  jembatan. Namun perkembangannya telah jauh lebih pesat, tidak hanya  sebagai pengganti jembatan dalam arti jarak pendek, melainkan juga   telah melayani angkutan antar pulau dengan jarak relatif jauh. Akan  tetapi, dengan semakin jauhnya jarak angkutan penyeberangan,  harus pula  diimbangi dengan peningkatan kualitas, terutama dari segi keselamatan.  Berkenaan dengan lemahnya daya saing perusahaan pelayaran nasional, maka  pangsa pasar armada pelayaran nasional relatif kecil, yaitu 46,4 %  untuk angkutan dalam negeri dan 3,65 % untuk angkutan luar negeri.  Lemahnya daya saing pelayaran nasional antara lain disebabkan karena  ukuran armada yang relatif kecil, umur yang lebih tua dibanding armada  asing serta lemahnya dukungan finansial untuk usaha pelayaran.
Untuk pelayanan udara, perusahaan dan  pengelola angkutan udara sempat mengalami penurunan kemampuan keuangan,  saat krisis ekonomi. Tingginya kurs dollar menyebabkan kenaikan biaya  operasional perusahaan penerbangan yang cukup tinggi, karena 80% biaya  operasional perusahaan penerbangan adalah dalam bentuk US$. Akibat yang  ditimbulkan adalah perusahaan penerbangan mengurangi jumlah pesawat yang  dioperasikan,  serta penutupan bandara-bandara perintis. Kondisi ini   juga menyebabkan pemutusan hubungan kerja, yang menyebabkan kenaikan  jumlah pengangguran.
Pasca krisis ekonomi, angkutan udara  mulai menapak naik kembali. Akan tetapi, persaingan tarif yang  sedemikian ketatnya menyebabkan beberapa perusahaan menurunkan kualitas  pelayanan, guna ikut memberikan tarif yang serendah-rendahnya. Ini  tentunya sangat berbahaya, terutama jika penurunan kualitas tersebut  sudah menyangkut keselamatan penumpang.
Perusahaan-perusahaan transportasi yang  merupakan Badan Usaha Milik Negara seperti DAMRI, PT Kereta Api  Indonesia, dan Angkutan Penyeberangan saat ini, sedang dalam taraf  menuju privatisasi. Privatisasi ini diharapkan akan mendorong perusahaan   tersebut untuk lebih kompetitif dalam penyelenggaraan jasa  transportasi, dengan tetap mengutamakan kepentingan umum dan kepuasan  pengguna jasa angkutan umum.
Di  daerah perkotaan, masalah  transportasi yang terjadi adalah bagaimana memenuhi permintaan jumlah  perjalanan yang semakin meningkat, tanpa menimbulkan kemacetan arus  lalulintas di jalan raya. Namun permasalahannya tidak hanya menyangkut  kemacetan lalulintas, tetapi  juga terkait  perencanaan sistem  transportasi. Ini memerlukan suatu penanganan yang menyeluruh. Jika   dilihat dari perkembangan transportasi perkotaan yang ada - terlepas  dari krisis ekonomi yang melibatkan Indonesia sejak tahun 1997 -  kendaraan pribadi (mobil dan sepeda motor) tetap merupakan moda  transportasi yang dominan, baik untuk daerah urban maupun sub urban.  Populasi pergerakan kendaraan pribadi yang begitu besar di daerah  perkotaan ditambah dengan pola angkutan umum yang masih tradisional,  menimbulkan biaya sosial yang sangat besar akibat waktu tempuh yang  terbuang percuma, pemborosan bahan bakar minyak, depresi kendaraan yang  terlalu cepat, kecelakaan lalulintas, hilangnya opportunity cost,  timbulnya stress, kebisingan, dan meningkatnya polusi udara. Hal ini  sejalan dengan pembangunan ekonomi dan makin bertumbuhnya jumlah  masyarakat golongan menengah dan menengah atas di daerah perkotaan, jauh  sebelum krisis terjadi. Kenyamanan, keamanan, privacy, fleksibilitas  pergerakan dan prestise merupakan faktor-faktor utama yang  menyebabkan kendaraan pribadi tetap memiliki keunggulan sebagai moda  transportasi, khususnya di daerah urban.
Masih rendahnya ketertiban  bertransportasi di Indonesia, juga menjadi permasalahan tersendiri.  Tingginya tingkat kecelakaan yang mengakibatkan  kematian karena   pelanggaran lalulintas, bahkan menduduki peringkat atas di dunia. Hal  ini menunjukkan kurang kesadaran  sebagian besar lapisan masyarakat  terhadap ketertiban lalulintas. Data statistik kecelakaan transportasi  sepanjang tahun 2006 yang dikeluarkan Departemen Perhubungan  menyebutkan, pada angkutan kereta api tercatat 79 kasus kecelakaan  menelan korban meninggal dunia sebanyak 50 orang, luka berat 71 orang  sedangkan luka ringan 52 orang. Kecelakaan di jalan raya lebih fatal  lagi, dengan jumlah korban meninggal  sebanyak 11.619 orang, sedangkan  luka-luka 22.217 orang. Sementara untuk angkutan udara terjadwal,  meskipun tidak menelan korban jiwa, jumlah insiden dan kecelakaan yang  terjadi sebanyak 46 kasus, mulai dari pesawat yang pecah ban,  tergelincir, sampai mendarat ke bandara yang bukan tujuan akhir. Pada  moda transportasi laut dan penyeberangan, jumlah angka kecelakaan  tercatat  81 kasus, termasuk kecelakaan KMP Senopati Nusantara yang  merupakan kecelakaan terburuk di tahun 2006, dengan jumlah korban  dikhawatirkan melebihi angka 400 orang (data 2007). Mengawali tahun  2007,  kecelakaan fatal  pesawat Adam Air dan kereta api Bengawan yang  terjun ke sungai, semakin  menambah suram catatan statistik kecelakaan  transportasi di Indonesia.
Rentetan kecelakaan lalu lintas yang  angkanya masih tinggi hingga saat ini, sebenarnya tidak perlu terjadi  atau dapat dikurangi di masa mendatang, jika semua pihak mentaati  prosedur  dan peraturan-peraturan mengenai keselamatan transportasi yang  sudah ada di negara kita. Baik masyarakat, pihak pengelola  jasa  transportasi maupun pemerintah harus konsisten menjalankan peraturan  tersebut.
Transportasi Perkotaan

Foto: Arie Febstyo
Permasalahan  transportasi perkotaan umumnya meliputi kemacetan lalulintas, parkir,  angkutan umum, polusi dan masalah ketertiban lalulintas . Kemacetan  lalulintas  seperti yang sudah dijelaskan diatas, akan selalu  menimbulkan dampak negatif, baik terhadap pengemudinya sendiri maupun  merugikan  dari segi efisiensi waktu, ekonomi  dan lingkungan. Bagi  pengemudi, terjebak dalam kemacetan bisa mendatangkan  ketegangan  (stress), hilang banyak waktu karena lamanya perjalanan, serta  bertambahnya biaya operasi kendaraan (bensin dan  perawatan mesin).  Kerugian yang ditimbulkan dari kemacetan adalah menyangkut masalah   lingkungan yang berupa peningkatan polusi udara karena gas racun CO,  serta kebisingan suara kendaraan . Gas beracun sumber polusi dihasilkan  oleh pedal rem dan gas yang silih berganti digunakan, sedangkan  kebisingan terjadi akibat  para pengemudi yang lebih sering menggunakan  klakson untuk menghilangkan stress akibat kemacetan. 
Masalah lain menyangkut transportasi kota  yang tak kalah pentingnya ialah fasilitas angkutan umum. Angkutan umum  perkotaan, yang saat ini didominasi oleh angkutan bus dan mikrolet masih  dirasakan banyak kekurangan, dari segi kenyamanan, keamanan  dan  efisiensi. Berdesak-desakan di dalam angkutan umum sudah menjadi  pemandangan  sehari-hari di kota-kota besar. Pemakai jasa angkutan umum  pun masih terbatas pada kalangan bawah dan sebagian kalangan menengah.  Sementara orang-orang berdasi masih enggan menggunakannya, karena comfortability  yang mereka anggap masih terlalu rendah  jika dibandingkan dengan  kendaraan pribadi yang lebih  nyaman dan mampu mengantarkan langsung ke  tempat tujuan.
Sementara itu sistem angkutan umum massal  (SAUM) yang modern sebagai bagian integral dari ketahanan daya dukung  kota (city survival) masih dalam tahap rancangan dan perencanaan dan  belum berada di dalam alur utama (mainstream) kebijakan dan keputusan  pemerintah untuk menciptakan sistem transportasi kota yang berimbang,  efisien dan berkualitas. Belum terciptanya SAUM modern sebagai atribut  menuju kota ”metropolitan” serta  alternatif yang patut diperhitungkan  bagi seluruh masyarakat pengguna jalan,  merupakan pembenaran dari  sebagian kalangan yang memutuskan untuk tetap menggunakan kendaraan  pribadi. Akibatnya, selama beberapa dekade belakangan ini tidak ada  langkah “terobosan” yang berarti untuk mengatasi kepadatan lalu lintas  kota. Maka wajar saja jika  antrian dan kemacetan di hampir seluruh ruas  jalan pusat kota maupun daerah-daerah disekitarnya serta akibatnya yang  berupa pemborosan energi BBM secara besar-besaran dan polusi udara,  masih terus menjadi menu sehari-hari.
Permasalahan transportasi di kota besar  menjadi semakin lengkap, oleh semakin tingginya angka pertumbuhan jumlah  penduduk. Di Jakarta, sebagai kota yang memiliki daya tarik ekonomi  cukup tinggi, menyebabkan banyak warga dari daerah lain yang datang  bahkan menetap, untuk memperbaiki nasib ekonomi mereka. Pertambahan  penduduk dari warga pendatang itulah yang membuat perlu disediakannya  sarana dan prasarana memadai, termasuk sistem transportasi yang andal.  Resultante dari semua itu adalah bahwa kota menjadi tempat pergerakan  orang dan kendaraan. Biaya sosial akan menjadi bagian yang dominan dari  biaya perjalanan kota (urban travel disutility), padahal   “externalities” dan “intangibles” yang lainnya tidak pernah  diperhitungkan di dalam proses perencanaan dan manajemen transportasi  kota.

Foto: Arie Febstyo
Ketidakberdayaan  kota bukan lagi “economic assets” akan tetapi justru menjadi “economic  liability”. Dipandang dari sisi rasio jalan dengan lahan kota, memang  masih perlu membangun jaringan jalan baru, termasuk jembatan layang.  Namun membangun jaringan jalan kota termasuk jalan bebas hambatan bukan  saja sangat mahal karena langka dan mahalnya lahan, tapi juga tidak akan  serta merta menghilangkan kemacetan masif. Sebab, adanya cadangan  lalulintas kendaraan terbangkitkan (reservoir of traffic) yang selalu  siap menunggu dan mengisi setiap jengkal kapasitas ruang jalan yang  diberikan oleh fasilitas baru tersebut, dalam waktu singkat justru akan  membuat kemacetan baru. Oleh karenanya, perlu perubahan perencanaan dan  kebijakan transportasi kota , mulai dari pendekatan membangun sistem  prasarana (supply side) menjadi pendekatan manajemen dan efisiensi  sistem (demand side). Paradigma baru ini berpegang kepada prinsip  manajemen sistem transportasi (MST) dan bertujuan mencari keseimbangan  antara sistem angkutan umum yang mewakili pergerakan manusia di kota  dengan sistem jalan raya yang mewakili pergerakan kendaraan pribadi.  Artinya, selain sistem jaringan jalan kota yang memadai bagi pergerakan  angkutan pribadi, kota yang efisien juga harus mampu menyediakan sistem  angkutan massal yang secara efisien dan handal mampu melakukan angkutan  orang dalam jumlah besar , dengan waktu relatif singkat. 
Berangkat dari masih belum memadainya  sistem jaringan transportasi di Indonesia saat ini, maka pengembangan  sistem transportasi  sangat diperlukan, yang harus didasarkan pada  analisis yang komprehensif dan pendekatan yang sistemik. Penerapan  standar-standar perencanaan, pelaksanaan serta peraturan-peraturan  transportasi harus tegas dan tidak pandang bulu. Sistem angkutan umum  massal harus menjadi pilihan utama guna mengatasi kemacetan lalulintas.  Dukungan partisipasi masyarakat dan pihak swasta sangat diperlukan guna  mendukung pengembangan transportasi. Kerjasama antar daerah dan  kerjasama dengan negara lain sangat diperlukan, karena transportasi  tidak dapat dibatasi secara ruang dan harus direncanakan sebagai satu  kesatuan sistem.
Kesemuanya ini memang memerlukan suatu  kebijakan yang dapat mendukung perkembangan angkutan umum perkotaan.  Akan tetapi, dampak sosial dan budaya dari kebijakan tersebut perlu  diperhitungkan. Sosialisasi kepada masyarakat harus  dilakukan secara  terus-menerus. Begitu juga dengan aspirasi dari setiap unsur masyarakat  yang juga perlu didengar, serta meminimalkan dampak negatif dari setiap  rencana kebijakan.
Kebijakan angkutan umum harus  mengakomodir aspirasi dari operator-operator angkutan umum yang ada.  Mereka harus dilibatkan secara aktif dalam pengambilan keputusan. Jika  memang diproyeksikan agar sebagian besar pengguna jalan memanfaatkan  angkutan umum untuk mobilitas mereka, maka haruslah direncanakan untuk  membuat angkutan umum agar lebih menarik lagi dan tetap menjadi pilihan  utama meski seseorang telah memiliki kendaraan pribadi.
Sebuah alternatif untuk perbaikan sarana  transportasi umum di kota Jakarta yang sedang digodok oleh pemerintah  provinsi (Pemprov) adalah peremajaan bus perkotaan. Gubernur DKI jakarta  Joko Widodo saat ini telah mencanangkan peremajaan angkutan umum untuk  mengantisipasi kemacetan yang ada di Jakarta. Jokowi  mengatakan, Pemprov akan meremajakan angkutan perkotaan seperti Kopaja dan Metromini. Tak hanya itu, akan diberikan juga pelatihan kepada pengemudi angkutan umum di Jakarta tentang perilaku, dan budaya tertib.
"Pakai seragam, pakai identitas, setiap  sopir punya SIM mesti toh, memang banyak yang nggak punya sekarang ini,"  ujar Jokowi kepada wartawan di Balaikota, Rabu (21/11/2012). Namun  dalam peremajaan Kopaja dan Metromini ini, menurutnya  masih dicarikan  polanya. Sebab, Metromini dan Kopaja ada yang milik Koperasi dan milik  pribadi, itulah nanti yang mengakomodir semuanya. "Jangan nanti yang  kecil - kecil hilang, yang koperasi hilang diganti yang pemodal. Itu gak  boleh, itu harus yang tetap hidup," imbuhnya. Pria yang gemar  menggunakan kemeja putih itu menambahkan bahwa bila kedepan manajemennya  sudah jelas maka akan dilakukan re-desain dan penataan trayeknya.
Rencana peremajaan Kopaja dan Metro Mini  akan dilakukan pada tahun 2013 ini. "Tahun depan (2013-red) itu Kopaja  dan metromini dulu, nanti tahun depannya lagi ada bajaj. Bemo aja saya  lihat kok, bemo itu tetap berguna di daerah - daerah tertentu seperti di  Benhil ke Tanah abang, saya sampai hafal," tandasnya.
Langkah peremajaan Kopaja dan Metromini  yang saat ini sudah mulai dilakukan oleh  Pemprov DKI Jakarta untuk  menata kembali sarana transportasi massal yang laik jalan, salah satunya  bertujuan menekan angka kecelakaan lalu lintas di ibukota. Dalam  mengevaluasi keberadaan metromini, Pemprov akan menawarkan peremajaan  armada kepada para pengusaha bus berwarna orange tersebut, dan  menjadikannya sebagai feeder (penghubung) bus Transjakarta, seperti yang  dijanjikan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki T Purnama. Ia mengatakan,  nantinya Metromini tidak sekedar dijadikan angkutan umum biasa. "Metromini bisa masuk jalur busway dan tarif dinaikkan menjadi Rp 5.000. Jadi penumpang Anda bisa bebas naik Transjakarta. Itu inisiatif kami," paparnya.
Basuki menjelaskan,  badan usaha  berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang menaungi Metromini sudah tidak  ada lagi. Sedangkan yang beroperasi selama ini, umumnya dimiliki  perorangan. "Sebenarnya hal ini tidak diperbolehkan. Hanya saja, kami  kasihan kepada pemilik Metromini. Dinas Perhubungan DKI segera mengatasi  hal tersebut agar kami bisa masuk untuk membenahi," kata Basuki, Jumat  (26/7/2013).
Lebih lanjut Basuki mengaku dirinya telah  bertemu dengan jajaran direksi yang mengklaim memiliki hak atas  Metromini. "Kita tawarkan kepada mereka jika bersedia meremajakan  armadanya maka kapasitas akan ditingkatkan," ungkapnya. Ia menambahkan,  Pemprov DKI juga akan menyediakan garasi, bengkel, dan sopir cadangan  bagi para pengusaha yang memiliki armada satu atau dua.
"Pengusaha cukup membayar bulanan  sehingga pemilik Metromini bisa bertahan. Itu yang kita harapkan. Nanti  dia bisa beli sendiri Metromini baru. Kopaja milik perorangan juga bisa  masuk," tambahnya.
Angkutan Tua dan 1000 Bus Baru
Satu bulan sebelum Gubernur Jokowi  mengungkapkan rencana Pemprov untuk meremajakan bus perkotaan Kopaja dan  Metromini untuk direalisasikan tahun ini, Dinas Perhubungan (Dishub)  DKI Jakarta bersama Ditlantas Polda Metro Jaya sudah terlebih dulu  merazia angkutan umum yang tidak laik jalan. Dari razia yang dilakukan  pada 12-15 Oktober 2012, sebanyak 103 angkutan umum berhasil  dikandangkan karena masa berlaku KIR telah habis dan kondisi tak laik  jalan seperti ban gundul, kaca samping tidak ada, cat sudah terkelupas,  dan bodi kropos.
Angkutan umum yang dikandangkan tersebut  terdiri dari Metro Mini, Kopaja, dan Kopami (60 unit), bus besar yakni  Steady Safe, Mayasari Bhakti, PPD, dan Agung Bakti sebanyak 20 unit,  serta Mikrolet, KWK, dan Angkutan Pengganti Bemo (APB) sebanyak 23 unit.  Semua dikandangkan di Terminal Rawa buaya, Terminal Pulogebang, dan  Terminal Tanah Merdeka.
"Angkutan yang tak laik jalan yang  terjaring dalam razia tersebut langsung kita kandangkan," tegas Arifin  Hamonangan Simbolon, Kepala Seksi Penertiban Lalu Lintas Dinas  Perhubungan (Kasi PLL Dishub) DKI Jakarta, Kamis (15/10).
Arifin menambahkan, kendaraan umum yang  telah dirazia bisa saja langsung dilepas, asalkan  operator kendaraan  diharuskan membuat surat pernyataan yang isinya menyatakan tidak akan  mengoperasikan kendaraan sebelum memperbaiki segala kerusakan. "Jika  operator tidak bersedia memperbaiki, maka armadanya tidak boleh ke luar  dari pool milik Dishub DKI," ungkap Arifin. Selanjutnya apabila   operator angkutan umum sudah membuat surat pernyataan, namun tetap  melanggar dengan mengoperasikan kembali kendaraan dengan kondisi yang  sama ketika dikandangkan, maka kendaraan itu akan dibesi-tuakan. "Resiko  berat itu tertuang dalam surat pernyataan yang dibuat para operator.  Jadi bukan salah Dishub bila suatu saat dijatuhkan sanksi dibesi-tuakan,  karena mereka bohong tidak memperbaiki armadanya," tandas Arifin.
Menyusul sudah tidak layaknya keberadaan  Metromini secara fisik apalagi untuk terus menerus mengangkut penumpang  yang berjubel di jalan raya yang kian padat, maka kebutuhan untuk  pengadaan bus-bus sedang yang lebih layak tampaknya sudah sangat  mendesak. Kembali Jokowi mengungkapkan rencana Pemprov  mendatangkan bus  sedang untuk Kopaja dan Metromini, kurang lebih 1000 bus. "Metromini  bukan penghapusan, ini memperbaiki, artinya Metromini yang baru masuk  sedangkan yang lama diganti. Sopirnya tetap digunakan (yang lama) dengan  catatan benar-benar sopir yang berkualitas," terang Jokowi (1/8/2013).
Selain itu, pemiliknya pun disebutkan  Jokowi boleh ikut masuk juga sebagai pemilik. Apabila nanti PPD sudah  diambil alih, maka manajemennya pun akan dipersiapkan atau berada  dibawah TransJakarta untuk pengelolaan bus-bus baru itu. Jokowi juga  menyebutkan, apabila ada anggaran lebih di tahun depan, maka pihaknya  juga akan kembali menambah jumlah bus baru hingga 3.000 unit. "Jadi  penertibannya ke semua lah, malu kita punya Metromini dan Kopaja seperti  itu. Ini kan Ibukota. Biarpun dijual dan dipakai daerah lain, masa bus  masih seperti itu, yang malu kan kita," tandasnya.
Realisasi Pembaharuan Transportasi Tak Relevan
Rencana peremajaan  Kopaja dan Metromini  yang telah diawali dengan razia angkutan umum tak laik jalan hingga  pengadaan bus Kopaja AC dan penambahan Transjakarta secara bertahap,  tidak berjalan mulus. Para sopir metro mini memprotesnya dengan  menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran, yang dimulai pada awal Agustus  lalu. Mereka mengeluhkan tindakan petugas Dishub DKI yang  ‘mengandangkan’ ratusan unit lebih Metromini. “Kami lelah dirazia  petugas. Apalagi, rencana Pemprov DKI menghapuskan Metromini membuat  kami cemas akan kelangsungan hidup keluarga kami,” kata Robinson, sopir  Metromini M 46 jurusan Pondok Kopi-Kampung Melayu, seperti diberitakan 
Tribunnews.com.
Aksi demonstrasi sopir metromini sempat  diwarnai kericuhan. Pada unjuk rasa di kantor Balaikota (29/08), para  demonstran dengan emosi meneriakkan tuntutan yang salah satunya adalah  pemberhentian Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta,  Udar Pristono.  “Udar Pristono harus dicopot karena tidak bisa memimpin armada di  Jakarta ini. Dia terlalu ambisi mengatakan Metromini tidak layak lagi,”  seru  salah satu demonstran yang berusaha mendinginkan amarah massa yang  mulai berupaya merubuhkan gerbang Balaikota.
Selain menuntut pemberhentian Udar  Pristono, para demonstran juga menuntut agar metromini 640 yang  dikandangkan agar segera dikembalikan. “Mau dikemanakan orang-orang  kayak kami. Kami ini butuh makan pak. Kami mohon kepada pak Jokowi untuk  bersedia menemui kami agar  permasalahan armada metromini selesai.”
Sopir Metromini jurusan Pasar Minggu –  Tanah Abang, Sianipar  juga menuturkan kekecewaannya atas kebijakan  tidak lagi mengoperasikan metromini. Ia mengungkapkan, sejak tahun  1970-an, bus kota ini telah beroperasi di jalan Jakarta. Sebagai bus  kota pertama yang beroperasi di Jakarta, Sianipar merasa kebijakan  mengandangkan Metromini dari Pemprov ini tak adil. Kebijakan untuk  melakukan peremajaan terhadap Metromini seperti yang dilakukan kepada  Kopaja, juga tidak disetujuinya. “Kalau jadi, busnya AC saja enggak mau.  Tarifnya 6 ribu, siapa penumpang yang mau naik. Tiga ribu aja udah mau  berantem sama penumpang. Sekarang orang udah pilih naik motor,” kata  Sianipar.
Meski sebagian besar pengemudi Metromini  melakukan aksi demo memprotes rencana peremajaan angkutan tersebut  hingga ancaman mogok beroperasi, namun masih ada sebagian awak yang  enggan untuk mengikutinya. Hal itu terlihat di sejumlah terminal,  seperti terminal Blok M, Jakarta Selatan. Beberapa trayek metromini  masih terlihat beroperasi, bersamaan dengan digelarnya unjuk rasa di  kantor Gubernur. Seperti Metromini 69 jurusan Blok M-Ciledug, Metromini  70 jurusan Blok M-Joglo dan Metromini 610 jurusan Blok M-Pondok Labu.
Saat diwawancarai Bisnis Global,  sejumlah  sopir Metromini yang tidak ikut berdemonstrasi mengaku sengaja  tetap beroperasi karena ingin memenuhi nafkah keluarga terlebih dulu.  Bahkan salah seorang sopir Metromini 610, Dani (32) justru menyalahkan  awak bus yang ikut berdemo. Ia mengakui selama ini masih banyak sopir  yang melakukan kesalahan sehingga armadanya pun akhirnya dikandangkan.  “Kadang sopir itu tidak tahu diri, sudah tahu salah masih bertingkah.  Kalau demo yang meningkatkan pendapatan itu lebih bagus,” jelasnya.

Pengamat Transportasi: Darmaningtyas
Namun  demikian, bagi pengamat transportasi, Darmaningtyas, realisasi  pembaharuan Kopaja di Jakarta tetap tidak relevan. Hal ini akibat  rumitnya birokrasi pembenahan antar lembaga. “
Mesti clear birokrasi administrasinya itu yang lama dan sulit,”  tegasnya saat dihubungi (27/8). Terkait pembaharuan Kopaja seperti yang  dikatakan Jokowi, menurut Darmaningtyas, belum cukup relevan karena  belum dapat dilihat realisasi dan kualitas dari pembaharuan tersebut.  Pembaharuan akan menjadi percuma jika tidak mencakup 3 komponen, yakni  keamanan, kenyamanan dan terjangkaunya harga. Diantara ketiga komponen  itu, yang terpenting adalah harga tarif transportasi umum yang  terjangkau. "Percuma pembaharuan Kopaja jadi full AC semua, bersih ,  bagus tapi harga tinggi. Masyarakat pun tidak ada yang naik, maka akan  sia-sia. Untuk itu kompenen ini perlu sangat di fikirkan pemerintah,"  ujarnya. 
Lebih lanjut  Darmaningtyas  menghimbau   pemerintah agar  menyediakan subsidi besar terhadap pembaharuan  transportasi publik, khususnya Kopaja, sehingga cost yang dikeluarkan  masyarakat nanti akan lebih murah. Terlepas dari masalah pembenahan  administrasi birokrasi dan subsidi transportasi umum, Kementerian  perhubungan diyakini dapat melakukan pengadaan kendaraan hingga 5000  kendaraan tiap tahunnya.
Pembiayaan Sarana dan Prasarana Transportasi
Sejalan dengan krisis ekonomi pada  beberapa waktu yang lalu, program penanganan transportasi, terutama  terkait  jaringan jalan oleh pemerintah, ditekankan pada upaya  mempertahankan fungsi  jaringan jalan, namun dengan anggaran yang lebih  kecil dari tahun-tahun sebelumnya (sekitar 50%). Dengan kemampuan  penganggaran tersebut, penanganan yang dilakukan menjadi tidak maksimal  dan tidak sebanding dengan kebutuhan untuk mengatasi masalah menurunnya  kondisi jalan. Padahal, jika penanganan terlambat, infrastruktur jalan  akan lebih cepat rusak dan semakin parah, hingga memakan biaya perbaikan  yang jauh lebih besar (dibandingkan dengan perawatan rutin).
Untuk menjamin ketahanan jalan dan  terlaksananya perawatan serta peningkatan secara rutin, maka sangat  diperlukan peran serta masyarakat selaku pengguna jalan, untuk ikut  “memelihara” dengan cara membatasi muatan. Tujuannya adalah agar tidak  terjadi kelebihan beban (over loading).  Pada kondisi jaringan jalan  yang rusak dan macet, sebetulnya yang paling dirugikan adalah  masyarakat. Biaya transportasi lebih tinggi sehingga mengakibatkan  kenaikan harga barang. Untuk itu perawatan dan peningkatannya harus  dilakukan secara rutin.
Adalah tidak mungkin, bila penanganan  jalan hanya mengandalkan sumber dana pemerintah. Oleh karena itu  masyarakat harus ikut membiayai dengan prinsip keadilan dan pemerataan,  agar pembiayaan tersebut  tidak melebihi manfaat yang akan diperoleh.   Yang kaya akan membayar lebih mahal untuk mensubsidi yang miskin,  sebagai pemegang peran terbanyak dalam merusak jalan serta membuat  kemacetan.
Berbagai cara untuk melibatkan masyarakat  dalam pembiayaan penanganan jalan yang telah dilaksanakan di berbagai  negara antara lain dengan pembiayaan melalui pajak jalan. Pajak ini  diperoleh dari STNK, pembelian spare parts, dan pembelian bahan bakar.  Di negara-negara maju, pajak  lebih besar daripada yang dibelanjakan  untuk penanganan jalan. Namun di Indonesia, pendapatan  dari pajak jalan  hampir sama dengan pengeluarannya. Hal ini terjadi, antara lain akibat   pemerintah masih harus mensubsidi bahan bakar (walaupun semakin lama  subsidi ini semakin kecil), dan biaya STNK belum memperhitungkan faktor  kerusakan jalan yang dibuat oleh masing-masing kendaraan.
Lain daripada itu, pembiayaan dapat  dilakukan melalui konsesi, sebagai sistem pembagian resiko antara  pemerintah dan sektor swasta dalam pembiayaan jalan. Pemerintah  memberikan hak dan kewajiban kepada pihak swasta atau semi swasta (BUMN)  untuk membangun, memelihara, meningkatkan, dan mengoperasikan jalan  dalam jangka waktu tertentu, sedangkan  pengguna jalan wajib  untuk   membayar tol.
Gagasan mengurai kemacetan di Jakarta  melalui Pola Transportasi Makro (PTM) Jabodetabek oleh Kementerian  Perhubungan (Kemenhub), mendapat apresiasi dari Gubernur DKI Jakarta,  Joko Widodo. Namun, Jokowi meminta agar PTM tidak menyimpang dari master  plan transportasi Jakarta yang sudah ada dan segera dikerjakan jika  telah ditetapkan. "Studi yang dilakukan sudah banyak, mulai sekarang  jangan sampai ada studi lagi. Yang paling penting, langsung dikerjakan.  Tetapi jangan lupa acuannya tetap pada Masterplan transportasi  Jabodetabek," kata Jokowi disela rapat koordinasi di Kantor Kementerian  Perhubungan, Jalan Medan Merdeka Barat, Senin (4/3).
Pemprov DKI Jakarta pun siap mengeluarkan  APBD untuk mengaplikasikan PTM, jika memang dibutuhkan. Sebab dirinya  menginginkan kebijakan ini segera diterapkan sehingga tidak hanya  menjadi sebuah studi saja. "Terserah mau pakai APBN, APBD, atau investor  silakan. Tapi pelayanan harus sesegera mungkin bisa kita wujudkan,"  ucapnya.
Sementara itu, Wakil Menteri Perhubungan,  Bambang Susantono mengatakan, untuk anggaran akan ada perpaduan antara  APBN dan APBD dari masing-masing daerah yang terlibat. Menurutnya,  dengan koordinasi yang dilakukan bersama dengan pemerintah daerah  Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, diharapkan transportasi di  lima daerah tersebut bisa terkoneksi dengan baik, termasuk dalam bidang  perkeretaapian. "Ada yang APBN dan APBD dari Bogor, Bekasi, Jakarta  juga ada kontribusinya. Tapi, kita tidak lihat kontribusinya, yang  penting kerja semua dan tetap terpadu. Kita ingin 2014 tidak macet  total," katanya.
Khusus untuk konsep angkutan umum massal  berbasis jalan di Jabodetabek diusulkan 17 trayek jaringan bus utama, 10  trayek jaringan bus pengumpan, 9 lokasi park and ride, 17 lokasi fasilitas integrasi, serta fasilitas bagi pesepeda dan pejalan kaki.
Pembatasan Kendaraan Setelah Armada Transjakarta Cukup
Selain solusi mengenai angkutan umum  massal, kebijakan pembatasan kendaraan juga disebut-sebut bisa menjadi  alternatif untuk mengatasi berbagai problematika menyangkut transportasi  dan infrastruktur jalan raya. Namun Pemprov DKI sendiri mengakui belum  dapat merumuskan kebijakan itu, karena masih akan memperbaiki sarana  angkutan massal terlebih dahulu. Selain dengan menambah armada bus  Transjakarta, pada akhir tahun mendatang juga akan dilakukan  pengadaan  1.000 bus sedang. Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo mengatakan, dirinya  baru akan mengeluarkan kebijakan pembatasan kendaraan setelah armada bus  Transjakarta ditambah. "Setelah bus datang baru kebijakannya keluar.  Karena ada masa transisi sebelum mass rapid transit (MRT ) dan monorail  jadi," katanya (23/7/2013). Ia menyebutkan pihaknya akan mendatangkan   600 bus Transjakarta gandeng  pada November nanti. Selain itu, 1.000  bus sedang juga telah dipesan, untuk menunjang kebutuhan angkutan massal  di ibukota. "Busway itu ditambah jumlahnya nanti kira-kira 600 bus,  sama Kopaja juga 1.000 bus. Mungkin akhir tahun kira-kira November atau  Desember. Setelah itu keluar, baru ada kebijakan, bisa genap ganjil,  kemudian meloncat ke electronic road pricing (ERP)," jelasnya.
Menurut Jokowi, disamping  pengadaan bus  Transjakarta dan bus sedang  yang masih dalam proses, Pemprov  juga akan  menambah jumlah jalur bus Transjakarta. Karena 12 jalur yang ada saat  ini dirasa belum mencukupi. " Yang sekarang jalurnya masih kurang  banyak, akan ditambah. Kita tetap mempersiapkan jalur baru. Koridor yang  ada sekarang masih kurang banyak," ujarnya.
Mempertegas pernyataan Gubernur, Kepala  Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Udar Pristono mengatakan, saat ini proses  lelang pengadaan bus Transjakarta masih berlangsung. Anggaran yang  disediakan mencapai Rp 1 triliun. ”Spesifikasi hampir sama dengan yang  sudah ada, seperti dek tinggi serta tentunya dengan bahan bakar gas  (BBG) yang juga tangguh dan tidak mudah mogok,” ucap Pristono. Ia  menyebutkan berdasarkan pengadaan armada TransJakarta selama ini, harga  satu unit bus gandeng sekitar Rp 3-4 miliar per unit. "Akhir tahun ini  selesai semuanya, diharapkan bisa menambah daya angkut bus  Transjakarta," harapnya.

Foto: Arie Febstyo
Berdasarkan jenis/moda kendaraan, sistem  jaringan transportasi dapat dibagi atas transportasi darat, laut dan  udara. Transportasi darat terdiri dari transportasi jalan, penyeberangan  dan kereta api. Keseluruhan  moda tersebut harus merupakan satu  kesatuan.
Keterpaduan antar moda dapat berupa  keterpaduan fisik, yaitu titik simpul pertemuan antar moda yang terletak  dalam satu bangunan, misalnya bandara, terminal bus dan stasiun kereta  api merupakan satu bangunan, atau terletak berdekatan sebagai   keterpaduan sistem, yaitu titik simpul dari masing-masing moda tidak  perlu pada satu bangunan, tetapi tergabung dalam  satu sistem jaringan  transportasi yang menghubungkan titik simpul antar moda, sehingga  merupakan satu kesatuan yang utuh. Keterpaduan secara sistem ini  juga  menyangkut jadwal keberangkatan, pelayanan pembelian karcis serta  pengelolaannya. Dengan diterapkannya sistem tersebut, akan memudahkan  perjalanan, meski harus berganti moda sampai beberapa kali. Keterpaduan  antar moda juga bisa menjadi cara untuk menarik minat masyarakat  menggunakan angkutan umum.
Dalam mewujudkan sistem transportasi yang  andal di suatu negara, diperlukan perencanaan yang merupakan satu  kesatuan lingkup nasional maupun regional. Pemerintah pusat, dalam hal  ini Departemen Perhubungan,  telah membuat konsep perencanaan  transportasi yang disebut dengan Tataran Transportasi (Departemen  Perhubungan, 2005). Tataran Transportasi ini merupakan suatu perwujudan  dari tatanan transportasi yang terorganisasi secara kesisteman, terdiri  dari semua jaringan dan moda transportasi. Keberadaan tataran  transportasi ini dilatarbelakangi oleh adanya otonomi daerah, yang dapat  diwujudkan dalam  :
a. Ruang lingkup Nasional, disebut  Tataran Transportasi Nasional (Tatranas), yang bertujuan membentuk suatu  sistem pelayanan jasa transportasi yang efektif dan efisien dan  berfungsi melayani perpindahan orang dan atau barang antar simpul atau  kota nasional (SKN) dan dari simpul atau kota nasional ke luar negeri  atau sebaliknya.
b. Ruang lingkup Provinsi, disebut  Tataran Transportasi Wilayah (Tatrawil), yang bertujuan membentuk suatu  sistem pelayanan jasa transportasi yang efektif dan efisien dan  berfungsi melayani perpindahan orang dan atau barang antar simpul atau  kota wilayah (SKW), dan dari simpul atau kota wilayah ke simpul atau  kota nasional atau sebaliknya.
c. Ruang lingkup Kabupaten/Kota, disebut  Tataran Transportasi Lokal (Tatralok), yang bertujuan membentuk suatu  sistem pelayanan jasa transportasi yang efektif dan efisien dan  berfungsi melayani perpindahan orang dan atau barang antar simpul atau  kota lokal (SKL), dan dari simpul lokal ke simpul wilayah dan simpul  nasional terdekat atau sebaliknya, dan dalam kota.
Dalam pelaksanaannya, ketiga Tataran  Transportasi tersebut diharapkan dapat dikembangkan secara terpadu  dengan memperjelas dan mengharmoniskan peran masing-masing instansi  pemerintah baik di pusat maupun daerah yang terlibat di bidang  pengaturan, administrasi dan penegakan hukum. Pengembangan juga harus  berdasarkan asas dekonsentrasi dan desentralisasi, menentukan bentuk  koordinasi dan konsultasi termasuk mekanisme hubungan kerja antar  instansi pemerintah baik di pusat, daerah, penyelenggara dan pemakai  jasa transportasi, serta meningkatkan keterpaduan perencanaan antara  pemerintah, pemerintah Provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dalam  berbagai aspek.[]BisnisGlobal/d/Arie/Aprilia, dari berbagai sumber